Contoh Cerpen dan Unsur Pembangunnya
Karya : Warih Kusuma H
Relakan
Namaku Rena, kekasihku bernama Ray. Kita
sudah menjalin hubungan hampir 2 tahun. Hari yang kita jalani bersama sangatlah
rumit, tak jarang kita berselisih paham baik hal besar sampai hal sepelepun
kita permasalahkan. Mungkin karena kita masih labil. Tapi karena kekuatan hati
kita masing-masing, hubungan kita masih bisa dipertahankan sampai saat ini.
Saatku duduk di halaman belakang, ku
lihat dewi malam keluar dari balik awan. Saat itulah, ku dengar suara ketukan
pintu dari luar rumah. Lalu, ku buka pintu. Kulihat Ray berdiri dengan posisi
membalikkan badan.
“Ray..?”
panggilku mendekati Ray. Mendengar panggilanku Ray bergegas membalikkan
badannya dan tersenyum kepadaku. Seketika itu, aku pun heran tak biasanya dia
datang ke rumah pada saat kita sedang berselisih.
“Ngapain
malem-malem datang kesini? Ada apa?” tanyaku kepada Ray yang masih diam berdiri
disampingku. Ray hanya terdiam, tak menjawab pertanyaanku. Seketika itu kita
hanya diam-diaman saja. Hanya terdengar suara cicak yang merayap di dinding
seakan menyaksikan kita. Lama-kelamaan kakiku merasa pegal karena berdiri,
sehingga aku memilih duduk di kursi yang ada di teras. Ray masih diam berdiri
memandangi bintang di atas langit.
“Ray, lebih
baik kamu pulang, tidur, hari sudah semakin gelap. Daripada kamu datang kesini
hanya diam tidak penting.” kataku lagi untuk mengisi kediaman ini.
“Iya, aku memang tidak penting. Yaudah
aku pulang dulu ya ren, selamat malam.” jawab Ray singkat dan ia bergegas
melangkahkan kakinya menghampiri motornya yang terparkir di halaman rumahku.
Ray pun segera pergi meninggalkanku dan rumahku. Belum sempat ku mau menjawab
ucapannya tadi, ia sudah bergegas pergi.
Saat fajar sudah hampir terbit, ku
sempatkan duduk di tepi kolam sebelum pergi ke kampus. Tepat jam 10, aku
berangkat ke kampus. Hari ini aku diantar oleh sopirku, karena ngga mungkin
saat aku dan Ray sedang dalam keadaan seperti itu, dia mau nyamperin aku
seperti biasanya. Beberapa menit setelah mobil pergi, mendaratlah motor Ray di
halaman rumahku. Ray pun pergi setelah di kasih tau oleh Bibi, kalau aku
barusan berangkat dengan sopirku.
Selesai
ngampus, aku pergi ke kantin bersama kawanku Gita. Saat kita sedang asyik
menikmati hidangan di kantin, Ray menghampiriku sebentar.
“Ketemuan di
taman belakang, aku tunggu.” bisik Ray disamping telinga kananku. Setelah ia
selesai membisikannya, ia langsung pergi dari kantin.
“Ren, bilang
apa si Ray sampai ia harus berbisik ditelinga lo?” tanya Gita penasaran padaku.
“Dia minta
ketemuan di taman belakang Git,.” jawabku jujur.
“Ooh.. Lo
pasti lagi berantem ya sama Ray?” tanya Gita. “Yaudah buruan Ren ke taman, lo
pasti udah ditunggu sama Ray, jangan kelamaan!” belum sempat ku jawab
pertanyaan itu, Gita sudah nyambung lagi. Gita memang sahabat yang paling
pengertian dan baik sama aku.
“Yaudah Git,
aku ke taman dulu ya. See you! Bye..”
ucapku dengan melangkahkan kaki meninggalkan kantin. Aku berjalan menuju taman,
terlihat Ray sedang duduk di bangku taman sambil membaca bukunya.
“Maaf ya
lama..” ucapku lirih dari samping bangku yang diduduki Ray.
“Gapapa, duduk
Ren..” jawab Ray sambil menutup buku bacaannya. Lalu, akupun duduk disamping
Ray sesuai dengan apa yang ia minta.
“Ada apa Ray,
kok ngajak ketemuan ditaman?” tanyaku penasaran.
“Kenapa tadi
pagi berangkat duluan?” tanya Ray padaku dengan tatapan khasnya.
“Kamu ke
rumah? Maaf Ray.. Aku kira kamu ngga nyamperin aku, jadi aku berangkat sama
sopir. Soalnya, kalau kita lagi berantem kan ngga pernah kamu nyamperin aku.”
jelasku meyakinkan Ray.
“Oh gitu ya?
Kamu selalu berfikir aku akan seperti itu. Kamu kenapa sih Ren, makin kesini
kamu semakin aneh tau.Aku udah berusaha jadi yang terbaik buat kamu, tapi kamunya kaya gini.” kata Ray kepadaku,
dengan sedikit menekan ucapannya.
“Mana
buktinya? Kamu yang semakin hari semakin berubah, bukan aku! Kamu sekarang jadi
tambah sensitif, suka ngilang juga. Itu yang namanya usaha Ray?” kataku dengan
sedikit emosi, karena aku merasa tidak bisa berfikir lagi, terbawa suasana yang
semakin panas juga.
“Kenapa sih
Ren? Kamu selalu membela diri kamu, seakan aku yang selalu salah. Apa kita ngga
bisa disatukan lagi? Sekarang kita bagaikan air dan minyak yang tidak bisa
bersatu lagi.” Ucap Ray, dengan wajah yang gantengnya itu seakan menjadi
terlipat-lipat.
“Udah ya Ray,
aku lagi ngga mau berantem. Kita sama-sama salah kan, yaudah kita introspeksi
diri masing-masing dulu. Sekarang, lebih baik kita pulang yuk!” ucapku
menenangkan hati Ray, dan meredakan suasana yang sedang terjadi.
Setelah itu
aku pulang diantar Ray. Aku merasa sedikit lega, karena aku bisa mendinginkan
suasana panas tadi. Semoga dan aku berharap ke depannya akan lebih baik. Malam
harinya, aku disamperin sama Gilang. Dia mengajakku ke tempat Gita, untuk
membantu melancarkan project ulang tahun Ratna yang dibikin oleh Gilang.
Sebelum sampai di rumah Ratna, aku melihat Ray datang ke rumah Ratna. Kebetulan
rumah Dinda berdekatan dengan rumahnya Ratna. Lalu, aku menyuruh Gilang
memberhentikan motornya, aku turun dari motor. Aku samperin Ray yang sedang
asyik ngobrol dengan Ratna. Ray pun terkejut dengan kedatanganku dan Gilang.
“Rena, Gilang,
kalian berdua ngapain kesini?” tanya Ray kepadaku, dan Gilang.
“Harusnya, aku
yang tanya. Ngapain kamu malem-malem datang ke rumah Ratna? Ngapain?” tanyaku
sinis penuh curiga, dan dapat membuat Ray gugup.
“Aku cuma mau
ngajarin Ratna main gitar, kamu jangan salah paham.” kata Ray meyakinkanku.
“Malem-malem?
Harus gitu? Kenapa ngga pas di kampus aja?” tanyaku lagi.
“Kak Rena,
jangan salah paham kak. Aku sama kak Ray hanya sekedar belajar doang gak
lebih.” ucap Ratna, ikut menyambung pembicaraan itu.
“Oh ya bagus
deh, kalo emang kaya gitu. Yuk lang, pergi.” jawabku, dengan mengajak gilang
pergi.
“Kak Rena
sendiri ngapain malem-malem gini sama kak Gilang?” tanya Ratna dengan berani.
“Aku sama Rena,
cuma mau ngrayain ulang tahunnya Gita. Gak lebih. Aku yang ngajak dia kok.”
jawab Gilang membantu dengan jujur.
“Harus ya satu
motor?” tanya Ray nyambung.
“Terserah deh,
kamu mau ngomong apa. Aku udah cape. Aku ke rumah Gita dulu ya Ray.” jawabku
singkat, dengan meninggalkan Ratna dan Ray di rumah Ratna.
Tak lama
setelah aku pergi, Ray pun ikut pergi. Aku masih bersama Gilang, memberi
kejutan buat ulang tahun Gita. Selesai itu, aku tidak pulang. Aku memilih menginap
di rumah Gita, sedangkan Gilang pulang. “Kamu yang sabar aja ya Ren, udah ngga
heran kalo Ratna kaya gitu ke kamu. Dia emang sering kali menjadi perusak
hubungan orang lain. Dulu aku juga pernah.” kata Gita tiba-tiba.
Aku tidak
terlalu menghiraukannya, karena mataku sudah tak mampu membuka lagi.
Keesokan
harinya, aku tidak pergi ke kampus karena kondisi badanku yang terasa kurang
fit. Jadi ya aku cuti buat ketemu sama Ray. Sepulang Gita ngampus, aku di ajak
Gita sama Gilang makan siang, ya daripada aku bete sendirian di rumahnya Gita
jadi aku ikut aja deh.. Kita bertiga makan di restorant seperti biasanya kita
berempat bersama Ray. Setelah selesai makan di restourant yang makanannya ala
kadarnya, selanjutnya kita pergi ke danau. Aku merasa sepi di tengah keramaian
orang yang menikmati indahnya danau. Gita bersama Gilang, akupun hanya seorang
diri disini, duduk di bawah pohon beringin yang semakin bikin aku merasa
terasingkan. Ku lihat sepasang kekasih yang bahagia tampak sedang naik di atas
perahu. Saat ku merasa lebih badmood, aku pergi meninggalkan danau. Ku
berjalan, ku tendangi batu yang ada di jalan, ku rasakan hembusan angin dari
pohon-pohon di tepi jalan seakan pohon itu melambaikan tangan kepadaku. Tak
terasa sampailah aku di depan rumah, ku buka pintu rumah.
“Ren, dari
mana aja kamu? Ngga pulang semaleman. Katanya hari ini kamu ga ke kampus ya?”
tanya Mama padaku, seketika mengagetkanku karena ku kira Mama masih di Bandung.
“Lho, Mama
udah pulang???” tanyaku balik pada Mama dengan tanda tanya.
“Jawab dulu
pertanyaan Mama dong!” jawab Mama dengan tegas.
“Aku tidur di
rumah Gita Ma, semalam. Pleasee Ma, jangan laporin Papa kalo aku ga ke kampus.
Mama yang cantik dan baik hatiiii. Ya Maaa” jawabku dengan memohon sama Mama.
“Baiklah, kalo
gitu. Tapi janji jangan di ulangin yaa. Ini cuma sekali untuk yang terakhir
kalinya.” Jawab Mama dengan lemah lembut tapi tegas.
“Yaaaa Maaa.
Tapi, ngomong-ngomong Mama tau dari mana?” tanyaku iseng.
“Dari Ratna,
kebetulan tadi Mama ketemu sama dia di jalan.” jawab Mama.
“Ratnaaa...........???”
jawabku dengan wajah bingung.
Malam harinya
aku tidur tidak seperti biasanya, tetapi, kali ini aku tidur di jam yang lebih
awal. Karena aku rasa tak ada yang perlu dikerjakan lagi. Saat raja siang mulai
memancarkan sinarnya, ku pandang dari kaca jendela, banyak burung terbang
sambil bernyanyi riang seakan menyemangatiku. Hari ini adalah hari Minggu, jadi
tak ada jadwal buat ngampus. Ku buka handphoneku.Ku lihat ada sebuah pesan yang
masuk dari Ray. Lalu, ku buka dan ku baca pesan itu. Ray hari ini ternyata
mengajakku untuk jogging. Tetapi, apa dayaa aku baru bangun beberapa menit yang
lalu.
“Bi....bibiiiiiiii...!!!”
aku memanggil bibi dengan keras dari depan pintu kamarku.
“Iyaaa mbak,
sebentar” jawab bibi teriak terdengar dari lantai bawah. Lalu, bibi segera
berjalan menghampiriku yang terlihat sedang menunggu.
“Bi, tadi Ray
ke rumah ngga?” tanyaku pada bibi.
“Iya mbak,
tadi nak Ray datang kemari, sepertinya dia mau ngajakkin mbak Rena buat lari
pagi. Dia nyariin mbak Rena. Tapi pas bibi mau bangunin mbak Rena, katanya ngga
usah takut ganggu gitu. Terus yaudah dia
pamitan, dia jadinya lari berdua sama temennya. Temennya cewe loh mbak,
sepertinya dia temen mbak juga, kalo ngga salah namanya Ratna.” ucap bibi
kepadaku dengan jelas.
“Ratna
bi...???” tanyaku dengan lirih.
Lalu, aku pergi
ke taman sekitar kompleks. Aku ingin menenangkan diriku, agar aku tidak terbawa
suasana dengan hal yang negatif. Aku mencoba buat introspeksi diri aku. Tak
terasa matahari sudah hampir tenggelam, akupun segera pulang.
Ku termenung
dalam kamar. Dalam lubuk hati yang paling dalam, ku sangat merindukan Ray. Ku
menatap langit-langit, aku berharap hubunganku dengan Ray bisa baik lagi. Tapi,
rasanya aku sudah tak kuat lagi menahan semua ini. Kesabaranku untuknya, serasa
diabaikan dan di sia-siakan. Tak terhitung banyaknya butiran air mata yang
menetes dari mataku.
Esok harinya, aku memaksakan diri buat pergi ke kampus. Karena aku ingat gari ini ada ujian. Walaupun ujian itu udah aku lewati, aku hanya berharap nilainya bisa mencapai target lulus. Setelah itu, aku berjalan di sekitar lingkungan kampus sebelum aku pulang. Tapi ada sedikit penyesalan karena aku harus bertemu dengan Raym seketika tanganku ditarik olehnya. Karena aku tau pasti akan ada perdebatan lagi diantara aku dan dia kalo seperti ini.
“Ren, kamu kenapa?” tanya Ray padaku dengan melepaskan tanganku.
Esok harinya, aku memaksakan diri buat pergi ke kampus. Karena aku ingat gari ini ada ujian. Walaupun ujian itu udah aku lewati, aku hanya berharap nilainya bisa mencapai target lulus. Setelah itu, aku berjalan di sekitar lingkungan kampus sebelum aku pulang. Tapi ada sedikit penyesalan karena aku harus bertemu dengan Raym seketika tanganku ditarik olehnya. Karena aku tau pasti akan ada perdebatan lagi diantara aku dan dia kalo seperti ini.
“Ren, kamu kenapa?” tanya Ray padaku dengan melepaskan tanganku.
“Gapapa kok
Ray, aku udah ditunggu Mama di rumah aku harus pulang.” jawabku dengan bohong,
karena aku ngga mau ada pertengkaran lagi.
“Jawab dulu
dong Ren, kamu jangan kaya gitu sama aku!” ucap Ray dengan tegas.
“Udahlah Ray,
aku cape harus berantem mulu sama kamu.” jelasku lirih dengan mataku yang
hampir lembab. Lalu ku angkat mataku agar air mata tidak terjatuh di depan Ray.
“Kamu nangis? Kamu marah sama aku?” tanya Ray lagi.
“Kamu nangis? Kamu marah sama aku?” tanya Ray lagi.
“Ray, aku
bingung sama sikap kamu yang semakin berubah. Aku cape berantem terus sama
kamu. Kamu boleh bosen sama aku, tapi ngga gini caranya.” jelasku pada Ray.
“Apa maksud
kamu sih? Soal kemarin yang aku sama Ratna?” tanya Ray lagi.
“Entahlah,
mungkin kamu emang udah berubah. Dari kesalahan janji pertama, kedua, ketiga
dan ke berapa kalinya pun yang pernah kamu buat, kamu ingkarin.” ucapku dengan
wajah menunduk.
“Ratna teman
kita Ren, ga mungkin aku ada rasa lebih sama dia.” jelas Ray meyakinkanku.
“Iya dia teman
sekaligus adik kelas yang mengistimewakan kamu dan kamu sadar ngga dia yang
udah bikin kita kaya gini?” ucapku dengan sedikit menentang dari penjelasan
Ray.
“Kamu jangan
salahin dia dong Ren, dia ngga salah apa-apa!!” tegas Ray.
“Tuh kan kamu
selalu belain dia, aku selalu salah di mata kamu. Kurang sabar apa aku? Mungkin
aku yang terlalu cemburu sama kamu, jadi kaya gini. Sorry Ray.” jawabku
singkat, mengalah demi permasalahan ini selesai. Kata-kata yang ingin kuucapkan
pun serasa tak bisa ku keluarkan semuanya.
“Lantas,
hubungan kita?” tanya Ray.
“Ray, aku
izinin kamu pergi, kalo emang kamu udah menemukan sosok lain yang lebih. Aku
relain kamu asal kamu bahagia.” jelasku pada Ray dengan air mata yang semakin
menjadi-jadi.
“Maksudmu?
Kita putus?” tanya Ray padaku lagi.
“Iya, daripada
kita kaya gini terus. Dan kamu juga ngga berharap aku lagi. Aku yakin, kamu
akan akan lebih bahagia, walaupun ngga sama aku.” ucapku pada Ray.
“Yaudah kalo
kamu maunya kaya gitu Ren, maafin aku ya. Kamu pasti kecewa sama aku.” jawab Ray dengan lembut.
Selama itu pun kita enggan bertatapan.
“Gapapa Ray,
aku juga minta maaf Ray kalo aku ngga bisa jadi yang terbaik buat kamu.”
jawabku pada Ray. Ku usap air mata ku yang bertetesan di atas pipi.
“Semoga kamu
bahagia Ren, aku pergi ya Ren.. Aku sayang kamu.” ucap Ray yang sudah
melangkahkan kakinya dari ku dengan senyum manisnya ia meninggalkanku.
Hari-hari yang
ku lewati tanpa Ray, sangat berbeda. Biasanya ada teman berantem, kini tak ada
lagi. Aku dan dia pun seperti orang yang asing. Tak ada kontak apapun. Rindu
yang ku pendam pun tak tersampaikan, aku hanya berharap salamku tersampaikan
lewat hembusan angin malam. Aku hanya ingin dia yang dulu, dia yang sangat
manis dan tak ada sepatah selisih pun diantara kita. Hubungan yang baik. Sampai
saat ini, hatiku masih terasa sakit bagaikan pecahan kaca yang berkeping-keping.
Dan aku belum bisa sepenuhnya melupakannya, tapi, aku pasti bahagia bila Ray
bahagiaaa walaupun kesabaran dan ketulusanku akhirnya di sia-siakan. Tapi aku
rela.... J
keterangan cerpen :
1. penokohan
:
·
Rena : penyabar, pengalah.
dialog tokoh yang bersangkutan dengan tokoh lain.
“Tuh
kan kamu selalu belain dia, aku selalu salah di mata kamu. Kurang sabar apa
aku? Mungkin aku yang terlalu cemburu sama kamu, jadi kaya gini. Sorry Ray.”
jawabku singkat, mengalah demi permasalahan ini selesai. Kata-kata yang ingin
kuucapkan pun serasa tak bisa ku keluarkan semuanya.
·
Ray : penyayang
dialog tokoh yang bersangkutan dengan tokoh lain.
“Semoga
kamu bahagia Ren, aku pergi ya Ren.. Aku sayang kamu.” ucap Ray yang sudah melangkahkan
kakinya dari ku dengan senyum manisnya ia meninggalkanku.
·
Ratna : tidak baik.
dialog tokoh lain terhadap tokoh yang bersangkutan.
“Kamu
yang sabar aja ya Ren, udah ngga heran kalo Ratna kaya gitu ke kamu. Dia emang
sering kali menjadi perusak hubungan orang lain. Dulu aku juga pernah.” kata
Gita tiba-tiba.
·
Gita : baik, pengertian.
dialog tokoh yang bersangkutan dengan tokoh lain.
“Ooh..
Lo pasti lagi berantem ya sama Ray?” tanya Gita. “Yaudah buruan Ren ke taman,
lo pasti udah ditunggu sama Ray, jangan kelamaan!” belum sempat ku jawab
pertanyaan itu, Gita sudah nyambung lagi. Gita memang sahabat yang paling
pengertian dan baik sama aku.
·
Gilang : jujur.
dialog tokoh yang bersangkutan
dengan tokoh lain.
“Aku
sama Rena, cuma mau ngrayain ulang tahunnya Gita. Gak lebih. Aku yang ngajak
dia kok.” jawab Gilang membantu dengan jujur.
2. tahapan
alur :
a. pengenalan
b. penanjakan
c. puncak
d. penurunan
e. penyelesaian
3. konflik
sosial
4. majas :
a. Personifikasi : Ku berjalan, ku tendangi batu yang ada di
jalan, ku rasakan hembusan angin dari pohon-pohon di tepi jalan seakan pohon
itu melambaikan tangan kepadaku.
b. Metafora : Saatku duduk di halaman belakang, ku
lihat dewi malam keluar dari balik awan.
c. Sampai
saat ini, hatiku masih terasa sakit bagaikan pecahan kaca yang
berkeping-keping.
d. Klimaks : “Entahlah, mungkin kamu emang udah
berubah. Dari kesalahan janji pertama, kedua, ketiga dan ke berapa kalinya pun
yang pernah kamu buat, kamu ingkarin.” ucapku dengan wajah menunduk.
e. Pleonasme : Ku lihat sepasang kekasih yang bahagia
tampak sedang naik di atas perahu.
f. Kontradiksi : Seketika itu kita hanya diam-diaman saja.
Hanya terdengar suara cicak yang merayap di dinding seakan menyaksikan kita.
5. struktur
cerpen :
a. Orientasi : Namaku Rena, kekasihku bernama Ray.
Kita sudah menjalin hubungan hampir 2 tahun. Hari yang kita jalani bersama
sangatlah rumit, tak jarang kita berselisih paham baik hal besar sampai hal
sepelepun kita permasalahkan. Mungkin karena kita masih labil. Tapi karena
kekuatan hati kita masing-masing, hubungan kita masih bisa dipertahankan sampai
saat ini.
b. Komplikasi : “Ray, lebih baik kamu pulang, tidur,
hari sudah semakin gelap. Daripada kamu datang kesini hanya diam tidak
penting.” kataku lagi untuk mengisi kediaman ini.
“Iya,
aku memang tidak penting. Yaudah aku pulang dulu ya ren, selamat malam.” jawab
Ray singkat dan ia bergegas melangkahkan kakinya menghampiri motornya yang
terparkir di halaman rumahku. Ray pun segera pergi meninggalkanku dan rumahku.
Belum sempat ku mau menjawab ucapannya tadi, ia sudah bergegas pergi.
c. Evaluasi : Ku termenung dalam kamar. Dalam
lubuk hati yang paling dalam, ku sangat merindukan Ray. Ku menatap
langit-langit, aku berharap hubunganku dengan Ray bisa baik lagi. Tapi, rasanya
aku sudah tak kuat lagi menahan semua ini. Kesabaranku untuknya, serasa
diabaikan dan di sia-siakan. Tak terhitung banyaknya butiran air mata yang
menetes dari mataku.
d. Resolusi : “Ray, aku izinin kamu pergi, kalo
emang kamu udah menemukan sosok lain yang lebih. Aku relain kamu asal kamu
bahagia.” jelasku pada Ray dengan air mata yang semakin menjadi-jadi.
“Maksudmu?
Kita putus?” tanya Ray padaku lagi.
“Iya,
daripada kita kaya gini terus. Dan kamu juga ngga berharap aku lagi. Aku yakin,
kamu akan akan lebih bahagia, walaupun ngga sama aku.” ucapku pada Ray.
“Yaudah
kalo kamu maunya kaya gitu Ren, maafin aku ya. Kamu pasti kecewa sama aku.” jawab Ray dengan lembut.
Selama itu pun kita enggan bertatapan.
“Gapapa
Ray, aku juga minta maaf Ray kalo aku ngga bisa jadi yang terbaik buat kamu.”
jawabku pada Ray. Ku usap air mata ku yang bertetesan di atas pipi.
“Semoga
kamu bahagia Ren, aku pergi ya Ren.. Aku sayang kamu.” ucap Ray yang sudah
melangkahkan kakinya dari ku dengan senyum manisnya ia meninggalkanku.
Comments
Post a Comment